Kukisahkan padamu alun liris cerita biru
Pada suatu senja di langit yang hening memucat
Sang Pangeran Kata buruk rupa rapuh raga
Jatuh cinta pada batu yang disangka bunga.
Ia merayu batu yang tak kunjung mekar
“Dinda tanpa suara tapi hatiku mencinta.
Tanpa gerak gemulai namun jiwaku terbelai”,
bertahun bertahan dalam sabar yang purna
Sang Kata menghantar bara kata puja
pada padas berlumut beku di setiap ujung hari.
Dan senja pun akhirnya bergetar dalam jingga memerah di ufuk
Menghidupkan ajaib tangkai-tangkai nur cakrawala
Mengiris batu, membelah resah tahun-tahun bertudung rindu
Degup jantung Sang Kata seirama wajah ternganga
Menatap batu yang dicinta bagai agama merekah, perlahan
Dari batu menugu menyeruak yang telah lama ditunggu
Ia, sepasang tangan berkilau bilah pedang
Dengan mata seribu anak panah menghunjam hati Sang Kata
“Aku takdirmu dari tanah berantah yang terperangkap waktu.
Namun tugasku bukan melawan kala”,
takzim Sang Putri Batu merundukkan silang pedang di dada.
Sang Kata terbangkit dari kesima
Meletupkan baris kata-kata yang berakar di jiwa
“Tapi jantung ini, kekasihku
Hanya mengenali engkau sebagai belahan tubuhku”.
Kerinduan pada rupa suara kekasih
Menderas sungai kepada laut
Rangkum kepada hempas peluk yang tajam
Sang Kata melupa bilah pedang
Menembusi punggung menyayat jantung
Ia mati sebelum lahir anak-anak kalimat, paragraf dan cerita ini
menjelma janin cerita sempurna.